PART 5 : UNESA bertemu UNAIR – Beradu Kepantasan Masuk 25 Besar

Hari itu pun tiba, Kemenristekdikti melakukan monitoring dan evaluasi ke Surabaya, tepatnya dilakukan di Rektorat Universitas Airlangga.

Sebelum menuju UNAIR, saya melakukan rapat internal bersama tim di Rektorat UNESA, bersama Prof Titik, dosen UNESA pembimbing kami. Berbagai persiapan telah saya lakukan bersama tim untuk menunjukkan bahwa UNESA layak untuk masuk ke 25 besar.

Tak lupa saya bersama tim memohon doa dan restu kepada prof Titik agar diberi kelancaran pada saat presentasi nanti.

Sambil mencium tangan prof Titik, dalam hati saya berkata: semoga keputusan saya tepat.

Kami pun berangkat dari rektorat UNESA ke rektorat UNAIR, di siang bolong, di bawah terik sinar matahari yang menyengat.

Setibanya di sana, saya bersama tim dengan atribut jaket kuning nyentrik masuk ke ruang Kahuripan lantai 3 gedung C, tempat berlangsungnya monev dari kemenristekdikti.

Terlihat sudah ada tim dari UNAIR dan PENS di dalamnya.

Ketika saya masuk ruangan, momen canggung pun terjadi.

Saya ditanya oleh salah satu orang dari kemenristekdikti,

“Dari kampus mana mas?”,

saya pun terdiam sejenak, bingung, mau menjawab UNAIR atau UNESA. Akhirnya saya jawab,

“UNAIR, Pak”.

Bapak tersebut bingung,

“Loh itu UNAIR, kok UNAIR lagi? ada dua Startup?”.

Saya pun menjelaskan,

“Oh anu Pak, saya mahasiswa UNAIR, tapi masuk ke timnya Startup UNESA, hehe”.

Bapaknya pun membalas,

“Oalahh..” sambil mengagguk paham.

Sebelum monev dimulai, saya berkenalan dengan tim dari UNAIR. Ternyata CEO Kognisio, startup dari UNAIR, adalah dari jurusan Kedokteran angkatan 2016, bernama Kafa, satu angkatan dengan saya. Satu rekan lainnya juga angkatan 2016, dari jurusan Akuntansi . Saya pun ngobrol-ngobrol banyak dengan mereka, saling sharing tentang platform yang sedang dirintis.

Satu hal yang saya sadari dari obrolan bersama mereka adalah,

betapa masih bayi si Supersquad Academy, Kognisio yang dibawa UNAIR sudah menghasilkan profit yang tak sedikit, sedangkan Supersquad Academy masih ‘bakar duit’.

Tak lama kemudian, monev pun dimulai.

Urutan presentasi diundi, PENS presentasi pertama, UNESA kedua, dan UNAIR sebagai tuan rumah presentasi di akhir. Ketika satu tim presentasi, tim lain harus di luar ruangan. Akhirnya saya bersama tim, dan tim dari UNAIR keluar ruangan, lalu menuju masjid untuk shalat ashar.

Dan momen canggung pun terjadi lagi.

Tim dari Unair bertanya ke saya,

“Tahu masjidnya ta mas? Sini mas, tak anterin”.

Saya pun seketika canggung, lalu membalas,

“Ngga usah mas, mbak, wong aku lho arek UNAIR”.

“Lho?” “Lho?” ekspresi bingung terlihat jelas di wajah mereka.

“Hahah, iyo mas, aku arek UNAIR, masuk ke tim UNESA, ceritane iku…”

Sambil berjalan menuju masjid sambil saya menceritakan proses pendaftaran Supersquad Academy mengikuti lomba.

Selesai sholat, dalam hati saya berdoa:

Ya Allah, UNESA lolos alhamdulillah, UNAIR lolos ya Alhamdulillah, Semoga pertandingan ini memberikan pelajaran yang berharga.

Dalam hati pun saya berkata lagi:

‘jatuh di dua hati’ yang indah.

Setelah sholat ashar, saya bersama tim kembali ke ruangan untuk presentasi di depan juri.

Waktu yang diberikan sangat singkat, tidak lebih dari 10 menit. Dengan waktu yang terbatas tersebut, saya dan mas Dhanang mempresentasikan tentang platform dan progress yang sudah saya dan tim lakukan.

Sedikit melebihi waktu, namun respon yang diberikan oleh juri cukup baik, hanya saja terdapat beberapa catatan yang harus saya dan tim perbaiki.

Setelah tampil presentasi, saya bersama tim keluar ruangan, bergantian dengan tim UNAIR untuk tampil presentasi. Di luar ruangan, salah satu dosen yang melihat kami presentasi mengajak kami ngobrol dan berdiskusi tentang dunia startup. Kritik dan saran juga beliau berikan supaya kami bisa berkembang lebih baik lagi.

Mendengar banyaknya kritik yang kami dapatkan, membuat kami merasa belum pantas untuk masuk ke 25 besar. Namun di sisi lain, kami bersyukur sekali mendapat wejangan yang berharga untuk kebaikan kami dan Supersquad Academy kedepannya.

Setelah semua tim presentasi, semua masuk kembali ke ruangan untuk diberikan informasi dan evaluasi secara menyeluruh.

Di akhir, mas Dhanang bertanya kepada salah satu juri dari kemendristekdikti, tentang apa yang bisa dikembangkan oleh kami Supersquad Academy untuk bisa berkembang nantinya.

Setelah mendengar jawaban, saya berbisik ke Mas Dhanang,

“kenapa mas kok tanya gitu”,

Mas Dhanang menjawab,

“Tahu sendiri lah, berapa persen peluang kita masuk ke 25 besar”.

Apa yang saya rasakan sama seperti yang Mas Dhanang rasakan.

Kami merasa kecil, kami merasa belum pantas untuk bersaing ke tahap selanjutnya. Startup lain banyak yang sudah mapan dan menjaring mitra dengan organisasi-organisasi besar.
Sedangkan kami? Startup bayi yang masih butuh belas kasih dari orang lain untuk bisa belajar mengenal dunia Startup agar bisa berkembang menjadi lebih baik.

Sepertinya cukup sampai di sini perjuangan kami.

… bersambung